Partai Demokrat merespon keras sikap menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh PKS melalui surat resmi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagi Partai Demokrat, PKS tak pantas lagi menjadi partai koalisi.
"Memang koalisi berseberangan sama kami, ya kawan-kawan koalisi juga gerah termasuk Demokrat. Tidak hanya Demokrat, anggota koalisi lain juga pusing. Kami minta anggota koalisi lain menyurati presiden ada anggota yang di luar sistem yang disepakati," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, di Gedung DPR, Kamis 22 Maret 2012.
Sutan mengatakan, Partai Demokrat juga akan mengirim surat kepada Presiden SBY yang berisi agar presiden mempertimbangkan posisi PKS sebagai koalisi.
"Mungkin Demokrat bikin surat juga kepada Pak Presiden bagaimana koalisi tidak sepaham sama kami, itu oposisi, itu tidak boleh di dalam koalisi. Nggak mungkin pemerintah tidak menaikkan harga minyak. Daripada terpuruk kita semua lebih baik BBM dinaikkan. Ini kebijakan terakhir yang harus dilakukan. Kalau ada pula yang menyerang seperti PKS, itu adalah oposisi tulen. Lebih bagus oposisi itu di luar koalisi," kata Sutan.
Koalisi, kata Sutan, boleh saja berbeda pandangan. Namun tak boleh sampai melawan kebijakan yang telah disepakati di Setgab.
"Berbeda boleh, tetapi ketika sudah diputuskan, suka tidak suka diputuskan bersama-sama ya dijalankan. Kepentingan bangsa dan negara lebih dijaga ketimbang kepentingan sendiri. Demokrat bisa hancur tapi bangsa negara diselamatkan. Supaya berjalan bagi negara yang ekonominya positif. Jadi keputusan ini pahit tapi makan obat pahit dosisnya persis ke depan sehat," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PKS, Anis Matta menjelaskan isi surat yang ditujukan pada Presiden SBY. Dalam surat itu, PKS memberikan sejumlah opsi kepada pemerintah terkait harga BBM. Yang jelas, kata dia, dalam opsi itu, PKS tak merekomendasi kenaikan harga BBM.
"Soal diterima atau tidak, itu urusan lain, yang penting kita sudah nyatakan sikap," katanya. Anis mengatakan, secara fiskal, sebenarnya masih ada jalan selain menaikkan harga BBM.
PKS juga menyoroti rencana pemberian kompensasi setelah kenaikan harga tersebut. PKS juga tak setuju dengan langkah ini. "Kalau kita menaikkan harga BBM, lalu membuat kompensasi, itu artinya hanya pindah kantong kanan ke kantong kiri," kata Anis.
"Lebih bagus tidak menaikkan dan tidak perlu ada kompensasi. Jadi secara fiskal menurut kami masih bisa untuk menaikkan."
Anis menambahkan, untuk mengurangi beban APBN, pemerintah bisa menghemat pengeluaran. Pemerintah harus menghemat belanja pegawai.
Selain itu, serapan anggaran harus dimaksimalkan. Selama ini, kata dia, serapan anggaran masih sangat rendah, sehingga kebanyakan dana hasil utang tidak terpakai. "Ini jadi gangguan dalam fiskal karena ada beban bunga, uangnya juga tidak dipakai," kata Anis. (sj)
• VIVAnews