Mustholih - Okezone
Jum'at, 14 September 2012 20:52 wib
Ilustrasi (Foto: dok Okezone)
JAKARTA - Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri, Kombes Pol Agus Rianto mempertanyakan informasi yang menyebut 20 penyidiknya telah ditarik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Itu informasi dari siapa? Biar akan saya telusuri dan konfirmasi dulu mengenai kabar itu,“ kata Agus saat dikonfirmasi, di Jakarta, Jumat (14/9/2012)
Namun, Agus enggan membantah ataupun membenarkan informasi tersebut. Dia menegaskan akan mencari tahu lebih dulu kebenaran kabar tersebut. “Saya belum bisa memberikan jawaban kalau saya belum tahu siapa penyebar informasi tersebut,“ tegasnya.
Bareskrim Polri disebut-sebut menarik sejumlah penyidik di KPK menyusul penandatangan nota kesepahaman antara institusi anti-korupsi itu dengan Tentara Nasional Indonesia. Para penyidik yang ditarik itu konon sedang mengusut kasus dugaan korupsi Simulator SIM di Korp Lalu Lintas Polri. "20 penyidik ditarik Mabes," ujar seorang sumber, melalui pesan singkatnya hari ini.
Namun, sumber itu mengatakan, alasan Mabes Polri menarik para penyidiknya itu karena masa tugas mereka sudah berakhir. "Dibilang masa tugasnya berakhir. Padahal baru dinas satu tahun," kata sumber itu lagi.
Seperti diketahui, KPK telah menandatangi perjanjian dengan TNI dalam penggunaan lahan dan bangunan Rumah Tahanan Kodam Jaya untuk keperluan Rumah Tahanan KPK. Juru bicara KPK, Johan Budi, mengatakan perjanjian itu dibuat setelah komisinya merevisi nota kesepahaman dengan TNI yang pernah ditandatangani pada 2005.
"Perjanjian itu sebagai tindak lanjut nota kesepahaman yang dilakukan Ketua KPK, Abraham Samad dengan Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta," kata Johan Budi dalam siaran pers yang diterima Okezone, Jumat (14/9/2012).
Nota kesepahaman itu dilakukan dalam bentuk, antara lain, mensosialisasikan peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan penindakan korupsi di lingkungan TNI, pemberian informasi timbal balik terkait laporan gratifikasi dan tindak pidana korupsi yang dilakukan prajurit TNI, dan bantuan personel, sarana, dan prasarana TNI yang diperlukan untuk pemberantasan korupsi.
"Diharapkan MoU yang ditandatangani ini mampu memberikan sinergi penegakan hukum pemberantasan korupsi secara independen dan bebas dari kekuasaan manapun," terang Johan.
(put)