Dewas Sebut OTT UNJ Contoh Koordinasi KPK Belum Optimal
09 Agustus 2020, 09:00:03 Dilihat: 325x
Jakarta -- Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean menilai operasi tangkap tangan (OTT) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menunjukkan koordinasi antar-unit di lembaga antirasuah yang belum optimal.
"Terkait bidang penindakan KPK, Dewan Pengawas KPK menilai koordinasi antarunit kerja di KPK masih belum optimal, contohnya pada kasus tangkap tangan di Universitas Negeri Jakarta," ujar dia, dalam keterangannya, Selasa (4/8).
Diketahui, kasus ini merupakan operasi bersama KPK dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada Rabu (20/5). Itjen mulanya mengabarkan KPK terkait rencana penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud.
KPK kemudian menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dwi Achmad Noor usai melakukan penyerahan uang ke sejumlah orang. Dugaannya, Dwi diperintahkan oleh Rektor UNJ untuk menjadi pengepul uang THR dari fakultas-fakultas untuk diberikan kepada pejabat Kemendikbud.
Penyidik kemudian meminta keterangan terhadap Rektor UNJ Komarudin, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Sofia Hartati, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemdikbud Tatik Supartiah, Karo SDM Kemdikbud Diah Ismayanti, Staf SDM Kemdikbud Dinar Suliya, serta Staf SDM Kemdikbud Parjono.
Lantaran belum menemukan unsur pelaku penyelenggara negara, KPK menyerahkan kasus ini kepada Polda Metro Jaya. Kepolisian kemudian melakukan gelar perkara dan memutuskan menghentikan perkara ini karena tak menemukan unsur pidana.
Masalah koordinasi OTT KPK itu merupakan salah satu dari isu dalam bidang penindakan yang muncul dalam Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) Dewan Pengawas KPK. Secara keseluruhan, ada 20 isu atau permasalahan yang mencuat dala Rakorwas itu.
Ini berarti terdapat tambahan dua poin dari Rakorwas dan Evaluasi Dewas pada Triwulan I yang memiliki 18 permasalahan.
Tumpak mengungkapkan secara garis besar permasalahan yang mengemuka terdiri dari lima bidang, yakni bidang pencegahan, penindakan, pengawasan internal dan pengaduan masyarakat, informasi dan data, serta kesekretariatan.
Pada bidang penindakan, Tumpak menuturkan perlunya regulasi terkait pelaksanaan penghentian penyidikan jika tidak layak untuk dilanjutkan.
Di samping itu, Dewas mendorong peningkatan koordinasi dan supervisi bidang penindakan, serta tata kelola penanganan perkara tindak pidana korupsi agar lebih akuntabel dan profesional.
"Percepatan penanganan perkara dalam upaya meningkatkan terwujudnya kepastian hukum dan mengoptimalkan pemulihan aset," lanjut Tumpak.
Diketahui, dalam UU KPK baru, lembaga antirasuah tersebut memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas suatu kasus dugaan korupsi yang tak tuntas dalam waktu dua tahun.
Sumber : cnnindonesia.com