Bank Dunia Bawa Kabar Buruk, RI Kalah dari Malaysia Dkk
22 Mei 2023, 10:20:07 Dilihat: 393x
Jakarta, Universitas Narotama -- Bank Dunia baru saja merilis Logistics Performance Index (LPI) 2023. Ini adalah benchmark penilaian kinerja logistik dari 139 negara di dunia.
Kali ini, posisi Indonesia pada LPI 2023 jeblok. Dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63, turun 17 peringkat dari peringkat ke-46 pada 2018.
Berdasarkan data yang dirilis dari Bank Dunia, yang dikutip Jumat (19/5/2023) kinerja logistik Indonesia kalah dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Tercatat skor LPI Indonesia 3,0. Sekor ini juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan data 2018, yang saat itu skor LPI Indonesia mencapai 3,15.
Kinerja LPI ini dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Dari 6 indikator LPI tersebut, Indonesia mengalami kenaikan pada sisi customs dari 2,67 pada 2018 menjadi 2,8. Sementara itu, indikator infrastructure juga tercatat naik tipis menjadi 2,9 dari sebelumnya 2,89.
Namun, empat indikator lainnya terpantau mengalami penurunan, dengan yang terbesar pada dimensi Timelines dari 3,67 menjadi 3,3. Selanjutnya, tracking & tracing tercatat turun dari 3,3 menjadi 3,0, kemudian International Shipments melemah dari 3,23 menjadi 3,0, serta dan logistics competence & quality melemah dari 3,10 menjadi 2,9.
Adapun, indikator timelines atau ketepatan waktu ini merupakan indikator penting. Karena ini menjadi patokan dari kesuksesan pembangunan dan kualitas kompetensi logistik.
Patut dicatat, semakin mahal ongkos logistik suatu negara, berarti semakin besar beban ekonomi yang harus ditanggung rakyatnya.
Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara, yang masuk dalam laporan ini, peringkat pertama ditempati oleh Singapura dengan skor LPI mencapai 4,3, disusul oleh Malaysia yang berada di peringkat 31 secara global, dengan skor LPI 3,6.
Indonesia bahkan masih tertinggal dari Thailand yang berada di urutan ke-37 secara global, dengan skor LPI 3,5. Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing berada di urutan ke-47 dan 50 dengan nilai LPI sama yaitu 3,3.
Biaya logistik di Tanah Air masih dinilai terlampau tinggi. Pasalnya, kisaran biaya logistik Indonesia mencapai 22% dari PDB. Hal ini disampaikan oleh Ekonom Senior Faisal Basri dalam diskusi CORE Indonesia di Jakarta.
"Logistic cost kita itu 22% dari PDB, jadi istilahnya itu habis di ongkos karena apa 80% barang di Indonesia diangkut lewat darat. Padahal di seluruh dunia 70% barang itu diangkut lewat laut karena ongkos darat 10 kali lebih mahal dari laut," kata Pak Faisal, dikutip Jumat (18/5/2023).
Dari data Kemenkeu, pada kuartal pertama tahun 2021, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.
Faisal mengemukakan, Indonesia dahulu memiliki konsep pendulum nusantara. Dalam konsep ini, pemerintah diharapkan bisa mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok dan Sorong untuk memiliki kapasitas yang mencapai dua kali lipat dari saat ini. Sayangnya, kata Faisal, malah membangun pelabuhan baru di Kuala Tanjung, bukan memperbesar Pelabuhan Belawan.
Menurut Faisal, saat itu, pemerintah ingin menjadikan Sumatera sebagai lumbung pangan baru. Untuk tujuan ini, pemerintah perlu pelabuhan baru. Ketika dipaksakan sebagai proyek, padahal tidak feasible, pelabuhannya menjadi sepi.
"Karena tidak feasible, jadi penunjukkan. Muncul lah kasus-kasus tersebut. Akibatnya ekonomi kita boros sekali," tegasnya.
Ya, dengan biaya logistik mencapai 22-23,5%, maka hal ini akan berdampak pada daya saing manufaktur Indonesia. Sekali lagi, semakin mahal ongkos logistik di satu negara, semakin boros negara tersebut dalam memproduksi barang dan kegiatan ekonominya.